Aktualisasi Jiwa Nasionalisme dan Kepemimpinan Mahasiswa untuk Mewujudkan Cita-cita Indonesia


Realita Bangsa Indonesia
            Indonesia memiliki tanah yang subur dan mengandung berbagai jenis kekayaan alam, baik yang tidak dapat diperbaharui seperti emas dan minyak bumi, maupun yang dapat diperbaharui, seperti cengkehdan tembakau. Wilayah pantai yang luas, menduduki peringkat kedua dunia,  juga merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang potensial. Kekayaan-kekayaan alam inilah yang sejak dahulu menarik perhatian bangsa-bangsa di dunia. Mereka berlomba-lomba datang ke Indonesia dan melakukan perdagangan dengan masyarakat Indonesia.
Bangsa-bangsa yang berdagang dengan masyarakat Indonesia antara lain para pedagang dari Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang. Bangsa-bangsa inilah yang kemudian menjajah Indonesia. Akibat dari penjajahan bangsa asing ini, selama kurang lebih 350 tahun rakyat Indonesia mengalami penderitaan. Bahkan kebebasan hidup sebagai manusia pun dirampas. Keadaan inilah yang mendorong tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk bangkit dan menggerakan rakyat Indonesia guna merebut kemerdekaan.
Kesadaran untuk berjuang timbul dari dalam diri semua lapisan masyarakat. Mereka mengorbankan jiwa dan raganya untuk melawan penjajah supaya dapat keluar dari penindasan penjajah. Sikap pantang menyerah dan selalu menjunjung rasa nasionalisme yang kuat dalam berjuang merebut kemerdekaan terus dikobarkan.
Pemuda-pemuda ikut berjuang melawan penjajah baik secara individu maupun dengan organisasi. Puncak dari tekad para pemuda atau generasi muda Indonesia untuk bersatu adalah Sumpah Pemuda. Oleh karena itu Sumpah Pemuda masih relevan untuk terus diperingati, terlebih seperti sekarang ini dalam proses pembangunan di era globalisasi (Dault, 2006). Nilai yang dapat diambil  dalam peringatan Sumpah Pemuda adalah mengembalikan semangat nasionalisme pemuda saat ini, yang mana dahulu pernah dicetuskan dan diikrarkan para pemuda dalam mempersatukan bangsa dan negara.
Kemajuan suatu negara sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia dimana peran generasi muda sangat diutamakan. Salah satu permasalahan generasi muda di Indonesia adalah kurangnya rasa patriotisme dan nasionalisme (Elly, dkk. 2009). Jika hal ini tidak diperhatikan maka masa depan negara Indonesia akan terancam semakin memburuk.
            Di sisi lain generasi muda adalah penerus dan pewaris negara. Baik buruknya bangsa ke depan tergantung bagaimana sikap generasi mudanya. Apakah generasi muda memiliki kepribadian yang kokoh, semangat nasionalisme dan karakter kuat untuk membangun bangsa dan negara, atau sebaliknya generasi yang bersikap apatis, tidak kreatif serta daya juang yang rendah.
Generasi muda diharapkan memilki sikap berfikir kreatif serta menguasai  pengetahuan dan teknologi sehingga dapat bersaing dalam era globalisasi. Pada era globalisasi peran generasi muda dalam konteks perjuangan dan pembangunan sejarah bangsa Indonesia sangatlah dominan dan memegang peranan sentral, baik perjuangan yang dilakukan secara fisik dan diplomasi maupun perjuangan melalui organisasi sosial dan politik serta melalui kegiatan-kegiatan intelektual (Akhmad, 2011). Masa revolusi fisik dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah ladang bagi tumbuh suburnya heroisme pemuda yang melahirkan semangat patriotisme dan nasionalisme.
Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.
Menurut Hans Kohn dalam Notosusanto (1985:83-84) dinyatakan  bahwa nasionalisme adalah suatu tata pikir dan rasa yang meresapi mayoritas terbesar suatu rakyat dan mengangap dirinya meresapi semua anggota rakyatnya. Sementara Soekarno (1965:3) menyebutkan bahwa nasionalisme adalah suatu itikad, suatu keinsafan rakyat bahwa rakyat itu adalah suatu golongan, satu bangsa. Menurut sifatnya, nasionalisme terbagi atas dua macam yaitu:
1.      Arti sempit, yaitu perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsa yang berlebihan dan memandang rendah bangsa lain sering disamakan dengan jingoisme atau chauvinisme. Contoh: Bangsa Jerman dimasa Hitler tahun 1933-1945 yang menyatakan “Deut Schland Uber Alles in derwetf” (Jerman di atas segala-galanya).
2.      Arti luas, yaitu perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsa yang tinggi, tetapi tidak memandang rendah bangsa lain. Contoh: Bangsa Indonesia.
Nasionalisme dan patriotisme mempunyai hubungan yang erat, bahkan tidak dapat dipisahkan. Nasionalisme mengajarkan kepada kita untuk mencintai bangsa dan negara dengan segala apa yang dimilikinya. Sedangkan Patriotisme mengajarkan agar tiap orang rela berkorban segala-galanya demi kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Dengan kedua sifat ini akan melahirkan kekuatan atau daya juang yang tangguh untuk mengawal dan menjaga keutuhan, keselamatan, dan kelestarian hidup bangsa dan negara sampai kapanpun.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa jiwa nasionalisme mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab inti dari nasionalisme adalah mengajarkan agar tiap orang mencintai bangsa dan negara dengan segala apa yang dimilikinya demi kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Oleh karena itu sudah seharusnya bila jiwa nasionalisme ini ditanamkan sedini mungkin bagi setiap warga negara, khususnya pemuda, supaya menjadi generasi yang mempunyai karakter kuat untuk membangun bangsa dan negara dalam mencapai cita-cita bangsa Indonesia.
Semangat juang, jiwa nasionalisme dan patriotisme, para pahlawan kemerdekaan sudah seharusnya menjadi tauladan bagi seluruh warga Indonesia, khususnya para generasi muda. Namun tentu saja wujud nasionalisme kita berbeda dengan nasionalisme para pejuang kemerdekaan. Nasionalisme para pejuang kemerdekaan adalah bagaimana merebut kemerdekaan. Sementara bagi kita, nasionalisme adalah bagaimana mengisi dan mempertahankan kemerdekaan itu.
            Ada beberapa nilai nasionalisme para pejuang kemerdekaaan yang perlu kita teruskan pada masa kini. Para pejuang kemerdekaan saat itu selalu mengutamakan persatuan daripada kepentingan pribadi ataupun golongan. Mereka berjuang tanpa mengharapkan balas jasa. Hal itu dilandasi dengan rasa cinta tanah air dan bangsa. Dengan kata lain, jiwa, semangat, dan nilai juang adalah landasan, kekuatan, dan daya dorong perjuangan bangsa Indonesia saat itu untuk merebut kemerdekaan.
Mahasiswa dan Nasionalisme
Mahasiswa merupakan sosok yang senantiasa mengisi dan hadir dalam setiap etape sejarah serta menempati posisi yang khas. Mahasiswa memberi arti tersendiri bagi transformasi sejarah. Bisa disimak dengan seksama peran mahasiswa menjadi lokomotif pergerakan nasional semasa jaman kolonialisasi Belanda. Progesifitas angkatan muda bumi putera (khususnya yang terdidik) kala itu, demikian mengesankan. Mahasiswa merasa memiliki tanggung jawab penuh atas masa depan bangsanya.
Pendek kata, pemuda adalah nafas zaman, tumpuan masa depan bangsa yang kaya akan kritik, imajinasi, serta peran dalam setiap peristiwa yang terjadi di tengah perubahan masyarakat –agent of change (Buwono X, 2007). Tidak bisa dipungkiri pemuda memegang peran penting dalam hampir setiap transformasi sosial dan perjuangan meraih cita-cita.
Generasi muda yang hidup dalam suasana pergolakan kemerdekaan dan perjuangan, akan cenderung memiliki kreativitas tinggi dan keunggulan untuk melakukan perubahan atas berbagai kerumitan serta masalah yang dihadapi.  Akan tetapi bagi para generasi muda yang hidup dalam nuansa nyaman, aman, dan tentram seperti kondisi sekarang, cenderung apatis, tidak banyak berbuat dan hanya berusaha mempertahankan situasi yang ada. Usaha serta kerja keras dalam melakukan perubahan yang lebih baik dan produktif cenderung semakin berkurang atau bahkan cenderung tidak kreatif sama sekali.
Mahasiswa yang mendominasi populasi penduduk Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang. Terutama dalam era globalisasi ini, mahasiswa harus menjadi tulang punggung dan pengawal jalannya pembangunan dalam masa kemerdekaan.
Untuk mewujudkan cita-cita negara Indonesia, maka perlu dibangun rasa nasionalisme dan kepemimpinan dalam diri mahasiswa dengan berbakti kepada negara antara lain:
1.      Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam kehidupan sehar-hari. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran, mengembangkan penelitian dan mengabdi kepada masyarakat. Pengamalan ini bukan hanya saat menempuh pendidikan di universitas, melainkan juga setelah lulus dari universitas.
2.      Mengikuti dan berperan aktif dalam memajukan lingkungan tempat tinggal dengan mengikuti organisasi yang mendorong Indonesia menjadi lebih baik. Dengan mengikuti organisasi bisa mencurahkan segala ide, gagasan, dan mengaktualisasikan ilmu yang telah didapat untuk memajukan negara.
3.      Meniru dan meneladani semangat perjuangan serta dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk pantang menyerah, tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan, menjadi teladan bagi rakyat dalam bertindak sebagai negarawan yang arif dan bijaksana, serta mengamalkan nila-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
4.      Rela berkorban, tidak mementingkan diri sendiri (egois), menerima kekalahan dengan jiwa besar, meminta maaf serta memberi maaf kepada orang lain dengan hati yang ikhlas dan tulus.
5.      Memupuk tenggang rasa, toleransi adanya perbedaan dengan tetap berpegang pada prinsip Bhineka Tungal Ika, menunjukkan rasa kebersamaan seluruh suku bangsa yang ada serta saling membantu dalam pembangunan.
6.      Membangun negara dengan memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan rakyat Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mendirikan tempat usaha produktif  serta  menjaga warisan budaya bangsa Indonesia.
7.      Belajar giat supaya menjadi warga negara yang cerdas berpendidikan setara dengan negara-negara maju, berfikir kreatif di dalam mengembangkan IPTEK sehingga dapat  meningkatkan daya saing bangsa.
8.      Menjalankan kebijakan negara dalam kerangka pelaksanaan nilai-nilai demokrasi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan yang Maha Esa dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita bangsa.
Dengan aktualisasi jiwa nasionalisme dan kepemimpinan pada diri mahasiswa diharapkan dapat tercipta mahasiswa yang mempunyai daya juang tinggi dan tidak mudah menyerah dalam mencapai cita-citanya. Oleh karena itu dengan membangun dan menerapkan jiwa nasionalisme dan kepemimpinan,  mahasiswa dapat mewujudkan tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.


Daftar Pustaka
Akhmad Elvian, 2011, Peran Serta Generasi Muda Dalam Pembangunan di Daerah. Diakses: http://www.tampukpinang.info/artikel/216-artikel.html, Tanggal 1 November 2016
Buwono X, Hamengku. 2007. Terms of References “Temu Konsultasi & Sosialisasi RUU tentang Kepemudaa, Yogyakarta, 6 Desember 2007.
Dault Adyaksa, 2006. Pemuda Memiliki Idealisme untuk Tentukan Sendi Kehidupan. Gemari Edisi 69 – VII. Oktober
Elly Malihah, Wilodati, Siti Komariah dan Siti Nurbayani K, 2009, Peran Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Sarana Pendidikan Demokrasi dalam Membangkitkan Jiwa Nasionalis dan Patriotis Mahasiswa. Laporan Penelitian Fondamental. Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari:   http://file.upi.edu/Direktori/B-FPIPS/MKDU/196801141992032, tanggal  2 November 2016.
Notosusanto Nugroho, 1985, Menegakkan Wawasan Almameter,  Jakarta: UI Press

AKTUALISASI BUDAYA MARITIM INDONESIA (Esai Pendaftaran ENJ)


Indonesia negeri yang kucinta, memiliki luas wilayah laut sebesar 3,2 juta kilometer persegi. Negara ini memiliki sumber daya laut yang hebat,  garis pantai sepanjang lebih dari 95.000 km, menyebabkan Indonesia menduduki peringkat kedua garis pantai terpanjang di dunia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara maritim, sebagian wilayah negara yang dikelilingi oleh lautan. Namun apadaya, melimpahnya potensi maritim tak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Lihat saja di sekeliling kita, masih banyak penduduk pesisir yang mengalami kemiskinan.
Padahal laut kita kaya, indah, makmur, banyak ikan, terdapat tambang minyak, dan berbagai kekayaan lainnya.  Lalu kemanakah kekayaan laut Indonesia? Kekayaan laut Indonesia telah dicuri, banyak kapal asing mencuri ikan di Indonesia. Akan tetapi bukan itu jawaban sesungguhnya. Jawaban sesungguhnya berada pada masyarakat yang kurang memperhatikan kemaritim di Indonesia, kesadaran akan pemberdayaan sektor maritim kurang, serta rendahnya pengetahuan mereka tentang kemaritiman di Indonesia. Jokowi menegaskan potensi ekonomi sektor kelautan di Indonesia adalah 1,2 triliun dolar AS per tahun dan diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja 40 juta orang. Bayangkan, betapa kayanya negeri Indonesia ini. Seharusnya masyarakat Indonesia beserta Pemerintah bisa mengelola dan memberdayagunakan kemaritiman Indonesia sebagai sumber ekonomi nasional. Oleh sebab itu diperlukan solusi untuk menghidupkan kembali budaya maritim Indonesia. Agar generasi sekarang dan yang akan datang dapat mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Menghidupkan kembali budaya maritim Indonesia bisa dengan berbagai cara, antara lain kegiatan Ekspedisi Nusantara Jaya yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya. Kegiatan ini merupakan sarana efektif mengenalkan kemaritiman Indonesia dan membangun semangat mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia. Lalu bagaimana dengan masyarakat (terutama generasi muda) yang tidak mengikuti ekspedisi ini? Jalan keluarnya adalah mereka harus tetap mengetahui kemaritiman Indonesia dengan cara lain. Cara lain yang saya tawarkan untuk mengaktualisasikan budaya maritim di seluruh Indonesia dengan permainan kartu dan film dokumenter ekpedisi nusantara.
1.    Permainan kartu edukasi “LAUT MILIK KITA”
Kartu edukasi berisi kartu tanya yang memuat pertanyaan seputar kemaritiman, seperti “Berapa panjang garis pantai Indonesia?”, “sebutkan 5 laut yang berada di Indonesia”, “apa saja potensi kemaritiman di wilayah tempat tinggalmu? Dan bayangkan bila 10-20 tahun kedepan kamu bakal mengelola kemaritiman daerah mu, apa yang akan kamu lakukan?”. Permainan ini dilakukan ketika ekstrakurikuler pramuka, kegiatan outbond, waktu bermain, dan jam pelajaran IPS. Sasaran permainan ini untuk anak SD-SMP. Sistem permainannya dengan menggerombol membentuk lingkaran, menyanyikan lagu daerah atau nasional secara bersama-sama sambil mengestafetkan bola kertas, lalu salah seorang moderator permainan mengatakan “setop!!”, maka semua anaka berhenti bernyanyi dan seseorang yang memegang bola kertas mengambil kartu pertanyaan dan menjawab pertanyaan tersebut.
2.    Digitalisasi permainan “LAUT MILIK KITA”
Dalam membuat permainan digital ini dibutuhkan start up game atau game developer. Permainan ini mempunyai gagasan untuk memperkenalkan potensi laut Indonesia. Sasaran permainan ini untuk segala usia. Permainan ini dapat di download pada play store. Permainan ini dibuat semenarik mungkin dengan tampilan visual yang mendukung kemaritiman Indonesia.
3.    Penayangan film dokumenter “MENJELAJAH LAUT NUSANTARA”
Film dokumenter tersebut berisi kegiatan ekspedidi nusantara yang menampilkan kekayaan laut Indonesia, kampanye menjaga kebersihan laut, dan mempresentasikan upaya yang dapat kita lakukan untuk mengelola kekayaan laut. Selain itu, bagian akhir film tersebut harus diberikan tutorial keterampilan khusus  seperti cara membuat citra satelit sederhana, membuat penyaring air laut sederhana, dan lain-lain. Dengan adanya film dokumenter ini, dapat membangkitkan semangat mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Dengan aktualisasi  ini diharapkan masyarakat lebih mengenal, memahami, dan menyadari potensi kekayaan laut Indonesia. Sehingga memunculkan rasa cinta serta bangga akan kemaritiman Indonesia. Kelak dimasa sekarang dan yang akan datang masyarakat Indonesia dapat menjadi pelaku ekonomi di bidang maritim, dapat menjaga keseimbangan ekosistem laut Indonesia, dan mewujudkan   Indonesia sebagai negara yang berdaulat di bidang maritim. HIDUP KEMARITIMAN INDONESIA!!!!

Coming Soon !!!!

Grab it fast. Susu Kedelai HF on CFD Simpang Lima Semarang
Minggu, 17 Juli 2016.


Lawatan Sejarah sebagai Ekspresi Nasionalisme Pemuda


Pemuda di Era Globalisasi
            Pemuda merupakan sosok yang senantiasa mengisi dan hadir dalam setiap etape sejarah serta menempati posisi yang khas. Pemuda memberi arti tersendiri bagi transformasi sejarah. Dapat disimak dengan seksama peran pemuda menjadi lokomotif pergerakan nasional semasa jaman kolonialisasi Belanda. Progesifitas angkatan muda bumi putera (khususnya yang terdidik) kala itu, demikian mengesankan. Pemuda merasa memiliki tanggung jawab penuh atas masa depan bangsanya.
Pendek kata, pemuda adalah nafas zaman, tumpuan masa depan bangsa yang kaya akan kritik, imajinasi, serta peran dalam setiap peristiwa yang terjadi di tengah perubahan masyarakat –agent of change [1] . Tidak bisa dipungkiri pemuda memegang peran penting dalam hampir setiap transformasi sosial dan perjuangan meraih cita-cita.
Pemuda yang hidup dalam suasana pergolakan kemerdekaan dan perjuangan, akan cenderung memiliki kreativitas tinggi dan keunggulan untuk melakukan perubahan atas berbagai kerumitan serta masalah yang dihadapi.  Akan tetapi bagi para pemuda yang hidup dalam nuansa nyaman, aman, dan tentram seperti kondisi sekarang, cenderung apatis, tidak banyak berbuat dan hanya berusaha mempertahankan situasi yang ada. Usaha serta kerja keras dalam melakukan perubahan yang lebih baik dan produktif cenderung semakin berkurang atau bahkan cenderung tidak kreatif sama sekali.
            Sementara itu, globalisasi sebagai hasil kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah menghilangkan batas-batas kenegaraan, yang memungkinkan setiap orang dapat berinteraksi dengan siapa saja dalam waktu singkat[2]. Globalisasi dapat diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru, baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup, maupun teknologi secara mendunia. Arus globalisasi yang melanda seluruh dunia mempunyai dampak bagi sosial budaya suatu bangsa. Pada awalnya, globalisasi hanya dirasakan di kota-kota besar Indonesia. Namun dengan kemajuan teknologi, komunikasi, informasi dan transportasi globalisasi telah menyebar ke seluruh penjuru tanah air. Arus globalisasi tersebut membawa dampak positif dan negatif salahsatunya dalam bidang kebudayaan.
Di era globalisasi banyak pemuda memilih bergaul dengan kebudayaan barat yang cenderung mengarah pada pandangan homogenitas dan hegemoni budaya sehingga dianggap memiliki budaya lebih baik. Pergaulan tersebut dapat mengancam kedaulatan budaya Indonesia, salah satunya menimbulkan dampak negatif tumbuhnya sikap hidup hedonisme dan individualisme. Sikap hedonisme dan individualisme mengakibatkan banyak pemuda yang sibuk mengejar kesenangan diri tanpa peduli terhadap berbagai permasalahan yang terjadi disekitar mereka sehingga mereka cenderung bersikap apatis dan tidak banyak berbuat demi kepentingan kemajuan bangsa.
Selain dampak negatif, globalisasi juga memberikan dampak positif. Dampak positif  globalisasi sangatlah strategis untuk dimanfaatkan dalam menegakkan kedaulatan budaya. Dengan kemajuan teknologi dapat mengenalkankan kebudayaan Indonesia kepada seluruh penduduk Indonesia bahkan hingga ke mancanegara secara praktis dan hemat biaya, dalam hal ini kita dapat memanfaatkan internet sebagai media pengajaran budaya. Untuk menghadapi dampak negatif globalisasi tidaklah sulit, yaitu dengan menyikapi globalisasi secara bijak. Akan tetapi upaya tersebut haruslah didukung dengan semangat mempelajari kebudayaan sendiri karena tanpa semangat tersebutlah tidak akan tercipta suatu  pengetahuan  kebudayaan Indonesia di masyarakat, sehingga banyak masyarakat Indonesia yang lupa dengan budayanya sendiri.
Di era globalisasi peran pemuda sebagai penyaring budaya bagi diri sendiri sangatlah dominan. Mereka harus memiliki  karakter ke Indonesian, tetapi tetap go international. Hal ini sangat memudahkan lunturnya budaya bangsa Indonesia, mereka tidak begitu mengenali kebudayaan sendiri. Akan tetapi bukan hanya kebudayaan saja yag harus diperhatikan, melainkan juga rasa nasionalisme dalam diri pemuda.

Pemuda dan Nasionalisme
Indonesia mempunyai kebudayaan nasional yang memiliki karakteristik tersendiri sehingga menciptakan jatidiri dan identitas bangsa Indonesia yang kuat. Kebudayaan nasional Indonesia adalah sumbangan beberapa kebudayaan lokal yang tergabung menjadi satu. Salahsatu contoh kebudayaan nasional adalah batik, batik di Indonesia memiliki motif yang beragam, mulai dari batik Pekalongan hingga batik Papua. Kebudayaan nasional berupa batik merupakan gabungan seluruh kebudayaan lokal yang memiliki karakteristik yang sama sehingga menciptakan kebudayaan nasional.
Di sisi lain generasi muda adalah penerus dan pewaris negara. Baik buruknya bangsa ke depan tergantung bagaimana sikap generasi mudanya. Apakah generasi muda memiliki kepribadian yang kokoh, semangat nasionalisme dan karakter kuat untuk membangun bangsa dan negara, atau sebaliknya generasi yang bersikap apatis, tidak kreatif serta daya juang yang rendah. Semua alternatif sikap generasi muda akan menentukan masa depan bangsa dan negara.
Peran generasi muda dalam konteks perjuangan dan pembangunan sejarah bangsa Indonesia sangatlah dominan dan memegang peranan sentral, baik perjuangan yang dilakukan secara fisik dan diplomasi maupun perjuangan melalui organisasi sosial dan politik serta melalui kegiatan-kegiatan intelektual [3]. Perjuangan tersebut merupakan ladang tumbuh suburnya heroisme pemuda yang melahirkan semangat nasionalisme dan patriotisme.
Perjuangan merintis kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat, bukanlah sekadar ikrar, tetapi harus meresapi setiap nurani generasi muda dan rakyat Indonesia. Untuk itu perlu ditingkatkan gerakan yang nyata dalam mewujudkan kedaulatan negara Indonesia. Dengan memperhatikan kecenderungan dan sikap generasi muda pada era globalisasi, maka sudah saatnya untuk menumbuhkan kembali jiwa nasionalisme dan patriotisme generasi muda untuk membangun Indonesia.
Semangat juang, jiwa nasionalisme dan patriotisme, para pahlawan kemerdekaan sudah seharusnya menjadi tauladan bagi seluruh warga Indonesia, khususnya para pemuda. Namun tentu saja wujud nasionalisme kita berbeda dengan nasionalisme para pejuang kemerdekaan. Nasionalisme para pejuang kemerdekaan adalah bagaimana merebut kemerdekaan. Sementara bagi kita, nasionalisme adalah bagaimana mengisi dan mempertahankan kemerdekaan itu.
Untuk menumbuh kembangkan jiwa nasionalisme dalam diri pemuda, dapat melaui berbagai cara, salahsatunya Lawatan Sejarah Regional yang diselenggarakan Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta. Dengan tema Merajut Simpul-Simpul Ke-Indonesiaan Melalui Lawatan Sejarah dengan sub-tema Menelusuri Jejak Masa Kebangkitan-Pergerakan Nasional Guna Memperkokoh Rasa Nasionalisme.
Kegiatan Lawatan Sejarah mengunjungi jejak sejarah peninggalan masa kebangkitan dan pergerakan nasional yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu: Makam dr. Wahidin Sudiro Husodo dan Makam dr. Radjiman Wediodiningrat, Ndalem Jayadipuran, Istana dan Perpustakaan Mangkunegaran, Monumen Pers Surakarta, Istana Gebang (Rumah Bung Karno), dan Makam Soekarno di Blitar Jawa Timur. Peserta Lawatan Sejarah Regional Tahun 2014 sebelum mengunjungi objek yang sudah ditentukan, akan mendapat pembekalan materi dari 2 (dua)  orang narasumber yang berasal dari akademisi.
Adapun tujuan dari Kegiatan Lawatan Sejarah Regional tersebut adalah :
  • Menggali berbagai informasi kesejarahan yang ada di objek-objek lawatan sejarah.
  • Memperkenalkan objek-objek sejarah guna menumbuhkan sikap gemar melestarikan, melindungi dan memelihara peninggalan sejarah yang masih ada dan tumbuh dalam masyarakat.
  • Meningkatkan wawasan kesejarahan kepada generasi muda, agar para generasi muda mencintai dan memahami sejarah bangsanya, sehingga sikap dan perilakunya selalu berdasar pada nilai-nilai sejarah, seperti cinta tanah air, semangat persatuan dan kesatuan, keberagaman, serta solidaritas.
  • Membuka cakrawala yang luas kepada generasi muda tentang nasionalisme Indonesia dan simpul-simpul yang merajut ke-Indonesiaan untuk memperkuat integrasi bangsa.
  • Mengenalkan dan mempraktekkan pembelajaran sejarah yang edukatif, inspiratif, dan rekreatif sehingga pembelajaran sejarah menjadi menarik dan tidak membosankan, yang selanjutnya dapat meningkatkan daya nalar dan daya kritis siswa terhadap fenomena yang ada di lingkungan sekitar.

            Selain di tahun 2014, kegiatan lawatan sejarah juga terlaksana pada 2013, 2015, 2016. Ada banyak alasan untuk mengatakan mengapa kegiatan Lawatan Sejarah dengan tema maritim ini penting. Salah satunya—berdasarkan kacamata pengajar sejarah—kegiatan ini dapat dapat memperluas cakrawala tentang ilmu sejarah yang tidak harus berkutat pada perang, orang atau peristiwa besar, tragedi maupun perebutan kekuasaan semata. Sejarah juga melingkupi berbagai aktifitas manusiawi seperti urusan ekonomi; masalah sosial; persoalan kesehatan; isu kebudayaan; dan sebagainya[4].
            Kegiatan ini menghasilkan output yang baik, karena kegiatan lawatan sejarah mempelajari kesejarahan Indonesia. Kunjungan ke makam Makam dr. Wahidin Sudiro Husodo dan Makam dr. Radjiman Wediodiningrat merupakan momen yang berharga. Beliau merupakan pencetus kebangkitan nasional di Indonesia. Dengan lawatan ini, kita mengingat kembali perjalanan Indonesia membentuk kader kebangkitan nasional melalui organisasi Budi Utomo. Dengan berdirinya organisasi pergerakan nasional Budi Utomo, memprakarsai munculnya organisasi perjuangan lainnya seperti Serikat Dagang Islam, Muhammadiyah, dan lain-lain. Dimana organisasi tersebut berjuang memperebutkan kemerdekaan sesuai porsinya masing-masing.
Ndalem Jayadipuran merupakan tempat diadakannya Kongres Perempuan Indonesia I yang bertujuan mempererat tali persaudaraan diantara kalangan perempuan. Kongres ini mengundang perkumpulan-perkumpulan yang tersebar di Indonesia. Kongres tersebut diharapkan dapat menghasilkan buah pikir untuk memajukan kaum perempuan Indonesia. Kongres Perempuan Indonesia I yang dihadiri perwakilan dari perkumpulan-perkumpulan perempuan, antara lain Wanita Utomo, Aisijah, Poetri Indonesia, Wanita Katholik, Wanita Taman Siswa, Sarekat Islam Wanita, dan Jong Islamieten Bond Dames Afdeling. Kongres perempuan I diprakarsai oleh inisiatif R.A. Soekonto, R.A. Soejatin, dan Nyi Hadjar Dewantara. Kongres Perempuan Indonesia I salahsatunya menghasilkan federasi Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) di mana PPPI merupakan cikal bakal gerakan sosial yang diprakarsai perempuan.
 Istana dan Perpustakaan Mangkunegaran menggambarkan kejayaan Raja Mangkunegaran dalam memerintah, baik Mangkunegaran I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII maupun IX beliau merupakan tokoh inspiratif yang berani melawan penjajah. Selain itu, Raja Mangkunegaran IV juga memikirkan nasib rakyatnya agar menjadi masyarakat yang berilmu dengan membangun Perpustakaan Mangkunegaran. Proses modernisasi di Kraton telah diterapkan oleh Mangkunegaran VII dengan menerapkan nilai kedisplinan dikehidupan sehari-hari.
Monumen Pers Surakarta berisi benda pers yang menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pers sangat berperan dalam memperebutkan kemerdekaan, sebagaimana Muhammad TWH mengatakan bahwa ada tiga unsur yang sangat diperlukan di awal perang kemerdekaan yaitu : dengan peluru, diplomasi, dan pers[5]. Salah satu tokoh pers yang diceritakan di Monumen Pers adalah Hendro Subroto sang wartawan perang senior yang tertembak saat meliput pertempuran di palagan Fatularan. Museum pers menyajikan diorama perkembangan pers di Indonesia. Mulai dari diorama jaman pra sejarah hingga perkembangan pers di nasa reformasi. Di Monumen Pers juga ditemui pemancar radio “RRI Kambing” yang digunakan untuk mengumandangkan semangat perjuangan serta menghindari serangan musuh.
Istana Gebang (Rumah Bung Karno) menceritakan kiprah Soekarno sebagai pemuda Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Peran aktif Ir. Soekarno untuk kemerdekaan Indonesia beliau rintis dengan mengikuti organisasi kepemudaan bernama Tri Koro Darmo hingga jalan berliku yang ia lewati untuk memperjuangkan kemerdekaan dengan dipenjara dibeberapa tempat. Ir. Soekarno merupakan sosok pemuda yang menjunjung jiwa nasionalisme, beliau sang Proklamator yang menciptakan perubahan. Karakteristik Ir. Soekarno yang karismatik telah membius pemuda dan masyarakat Indonesia untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Sebagai pemuda, kita harus menjadi pemuda yang menciptakan perubahan dan berpartisipasi aktif dalam memajukan Indonesia di kancah internasional.
Lawatan sejarah regional berakhir di makam Ir. Soekarno, Blitar. Ziarah ke makam pahlawan merupakan penerapan jiwa nasionalisme dan wujud kita menghormati pahlawan yang telah gugur. Makna historis yang bisa kita ambil adala dengan mengenang jiwa kepahlawanan beliau, akan meningkatkan semangat juang kita dalam membangun Indonesia dengan cara kita sendiri. Semangat juang tersebut secara tidak langsung dilandasi oleh jiwa nasionalisme.

Penutup
            Lawatan sejarah merupakan kegiatan positif yang mengembangkan jiwa nasionalisme dalam diri pemuda. Dengan mengunjungi obyek bersejarah Indonesia membangkitkan jiwa nasionalisme dalam diri kita. Sebagai pemuda penerus bangsa, kita harus mensinergikan segala kemampuan kita untuk membangun Indonesia. Karena di benak kitalah martabat dan masa depan Indonesia dipertaruhkan.







[1] Hamengku Buwono X, Terms of References “Temu Konsultasi & Sosialisasi RUU tentang Kepemudaa”, Yogyakarta, 6 Desember 2007
[2] Warsono, Nasionalisme Generasi Muda (Studi Moral Bangsa Menghadapi Globalisasi). Laporan Penelitian Dikti Perpustakaa. Jakarta: Universitas Indonesia.doc, 2011.
[3] Akhmad Elvian, Peran serta Generasi Muda dalam Pembangunan di Daerah, Diakses: http://www.tampukpinang.info/artikel/216-artikel.html 2011
[4] Uji Nugroho W., Arti Penting Pesisir dalam Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (dalam Bunga Rampai Lawatan Sejarah Regional Menelusuri Jejak Sejarahh Maritim di Pantai Utara Jawa Tengah, Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNP) 2016.
[5] Muhammad TWH, Perjuangan Tiga Komponen untuk Kemerdekaan, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI 2004.

Be Authentic and be yourself

 I know that is like the conventional journaling medium shifted to the digital footprint. In my assumption, there are few readers in this bl...