Regulasi Pemberdayaan Kelompok Tani dalam Mengolah Bahan Organik sebagai Upaya Pengurangan Pupuk Bersubsidi


Realita Kelompok Tani
Kelompok tani merupakan suatu wadah yang dibentuk sebagai wadah komunikasi antar petani. Kelompok tani berfungsi sebagai organisasi petani dalam mengusahakan usaha taninya. Kegiatan rutin kelompo tani dapat berupa diskusi permasalahan pertanian, mencari solusi bersama, penyuluhan pertanian, dan menghimpun bantuan pertanian di setiap desa serta egiatan lainnya yang berkaitan memajukan sektor pertanian bersama. Namun, realita yang terjadi di lapangan, masih banyak kelompok tani yang kurang aktif melakukan kegiatan diskusi pertanian, sehingga kelompok tani dianggap tidak memberikan dampak bagi petani.
Berdasarkan penelitian sensus pertanian 2013, hanya 30% petani yang tergabung dalam kelompok tani. Faktor ketidakminatan petani tergabung dalam kelompok tani adalah kurang massif dan intensifnya pendamingan pemberdayaan bagi kelompok tani. Masih banyak ditemui, penyuluh pertanian yang kurang berperan dalam pendampingan kelompok tani. Sehingga kelompok tani hanya digunakan sebagai media penerimaan subsidi dan bantuan alsintan. Sistem pemberdayaan kelopok tani yang tidak berkelanjutan dan dianggap setengah-setengah, membuat petani tidak berpartisipasi optimal. Hal ini sangat fatal terjadi, sebab berdasarkan sensus, 47% petani responden mengaku pendapatan mereka tidak cukup. Namun para petani enggan untuk meng upgrade ilmunya dan enggan bergabung dalam kelompok tani. Faktor lain menyatakan, petani enggan mengikuti kegiatan kelompok tani dikarenakan penyuluh pertanian tidak dapat mengatasi permasalahan petani di lapangan. Kritik petani terhadapa penyuluh adalah informasi yang diberikan penyuluh tidak valid dan tidak mengatasi permasalahan yang ada.
Masalah ini merupakan pekerjaan rumah bagi kedua belah pihak, baik petani maupun innovator dan penyuluh pertanian. Petani dituntut untuk sadar akan kewajiban mencari ilmu dalam berpartisipasi aktif di kelompok tani. Sedangkan innovator dan penyuluh pertanian harus mencari pendekatan dan intensif mendampingi petani hingga berdaya. Sinergi antara kedua belah pihak dapat diwujudkan dalam suatu rekaya sosial. Salah satunya pembuatan regulasi Pengolahan Bahan Organik di setiap kelompok tani.

Anggaran Subsidi Pupuk
Berdasarkan data yang penulis ambil dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015 – 2019, disebutkan bahwa rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2010-2013 adalah 87,85%. Persentase realisasi subsidi pupuk tertinggi sebesar 102,87% pada tahun 2012 sedangkan dan persentase realisasi terendah pada tahun 2010 sebesar 77,61%. Berdasarkan analisis data, realisasi subsidi pupuk 5 tahun terakhir cenderung tidak sesuai dengan alokasi subsidi pupuk yang ada. Keadaan ini memburuk saat 2014, realisasi pupuk bersubsidi hanya mencapai 50,22%. Padahal alokasi pupuk sebanyak 7.778.000 ton, dengan subsidi yang terealisasi sebanyak 3.906.018 ton.  Alokasi subsidi pupuk PSO (Public Service Obligation) tahun 2014 senilai 18 Miliar. Peningkatan anggaran terjadi dari tahun ke tahun. Sedangkan anggaran APBN yang digelontorkan untuk pupk bersubsidi sebesar 21 triliyun rupiah. Sungguh fantastis uang sebanyak itu.
Lalu, kemanakah subsidi pupuk seberat 3.871.982 ton?? Apakah lembaga penyalur sudah menjalankan amanahnya dengan baik? Atau ada motif lain dibalik kejadian ini?
Beberapa permasalahan dalam penyaluran pupuk bersubsidi adalah pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang belum valid, di mana terdapat indikasi penggelembungan (markup) luas lahan dan jumlah petani. Pada aspek penyaluran/distribusi, penjualan pupuk dengan harga di atas HET, penjualan pupuk kepada petani yang tidak terdaftar dalam RDKK, tidak dipasangnya spanduk pengumuman harga, penyaluran pupuk yang tidak sesuai dengan DO (Delivery order), keterlambatan distribusi, kelangkaan, penggantian kemasan, penimbunan, penjualan di luar wilayah distribusi, dan terdapat pengecer yang tidak resmi. Sedangkan terkait aspek pengawasan, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KPPP) di tingkat provinsi maupun kabupaten belum menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Mereka dinilai tidak memahami sepenuhnya tugas dan fungsinya, tidak membuat laporan pengawasan, serta kurangnya dana untuk melakukan pengawasan
Dalam membentuk sistem regulasi subsidi, alangkah baiknya anggaran tersebut digunakan sebagai pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pengelolaan bank sampah organik. Alokasi anggaran pupuk subsidi yang digunakan sebagai bank sampah organic akan menuntun kelompok tani dalam mengolah kompos secara mandiri. Petani tidak perlu menggantungkan pupuk subsidi dalm menjalankan usaha taninya. Alokasi dana dapat dilakukan dengan pemberian bantuan investasi Alsintan pengolahan pupuk seperti granulator, modul, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Teknis dilapangan dalam proses pemberdayaan dilakukan sebagai berikut :
1.     Menumbuhkan kesadaran dan kebutuhan petani terhadap pengolahan tanah dan ketersediaan bahan organic
2.     Melakukan pemantapan hubungan pertukaran informasi, bisa melalui media diskusi di kelmpok tani.
3.     Mendiagnosa masalah yang dihadapi berupa kurang nya kebutuhan pupuk
4.     Membangkitkan kemauan petani untuk berubah dan mengelola bank sampah organi menjadi pupuk
5.     Innovator, penyuluh, dan petani secara bersamaan mweujudkan kemauan dalam aksi nyata.
6.     Penyuluh menjaga kestabilan penerima inovasi (petani) an mencegah ketidak berlanjutan inovasi.
7.     Mengakhiri hubungan ketergantungan dan terbentuklah kemandirian suplai bahan organic

Penutup
Sejatinya pertanian merupakan managemen pengelolaan siklus bahan organic (unsur mineral tanah dan faktor lainnya) dalam budidaya tanaman. Apabila manajemen kesuburan tanah, regulasi pemerintah, pemberdayaan, dan rekayasa sosial dilaksanakan secara proporsional terciptalah suatu sistem pertanian berkelanjutan. Peran petani sebagai manager pengolahan unsur organic bagi tanaman harus menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga pengetahuan petani terkait pengolahan lahan dan budidaya harus selalu di upgrade.  Sama halnya dengan pihak lain, seperti penyuluh pertanian, diwajibkan untuk update terkait pengetahuan terbaru pertanian serta penyampaian dan gerakan rekaasa sosial dapat berjalan efektif di petani. Pendekatan yang dilakukan harus bersifat bottom up dan top down. Pendekatan bottom up dilakukan untuk mengadvokasikan regulasi mengenai alokasi dana subsidi pupuk ke pembuatan dan pemberdayaan bank sampah organic dalam kelompok tani. Sedangkan pendekatan top down dilakukan penyuluh dalam pemberdayaan petani dan merangkul petanidalam melakukan pengelolaan dan managerial bank sampah organic.


No comments:

Post a Comment

Be Authentic and be yourself

 I know that is like the conventional journaling medium shifted to the digital footprint. In my assumption, there are few readers in this bl...