Harmonisasi Masyarakat Multi Etnis dibalik Euforia Dugderan


Atmosfer Indonesia - Tiongkok
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragam budaya dan suku bangsa. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, BPS menyebutkan terdapat 1331 suku bangsa yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Keanekaragaman yang ada merupakan suatu keunikan dan cikal bakal berdirinya Indonesia.  Bercermin dari peristiwa Sumpah Pemuda 1928, para pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai suku bangsa, ras, dan agama telah memproklamasikan diri bahwa satu bangsa dan satu tanah air yaitu Indonesia. Berkobarnya semangat persatuan di antara pemuda Indonesia telah menumbuhkembangkan rasa persaudaraan dan toleransi di antara suku bangsa Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang gagah tergengam di kaki Burung Garuda Indonesia merupakan pemersatu pamungkas keberagaman yang ada.
Keberagaman Indonesia menjadi salahsatu daya tarik pariwisata dari berbagai belahan dunia. Ketertarikan warga Indonesia maupun turis manca negara mengenali kebudayaan Indonesia bisa dibilang tinggi.  Hal ini bisa dilihat melalui berjamurnya konsep rumah makan tradisional khas suku di Indonesia yang ramai diserbu warga Indonesia maupun turis manca negara. Meski arus globalisasi yang melanda generasi muda Indonesia membawa dampak positif dan negatif kebudayaan luar, namun saya optimis bahwa generasi muda Indonesia tetap bangga memiliki keberagaman budaya seperti Indonesia.  Keunikan budaya Indonesia yang beranekaragam menjadikan warga Indonesia saling bersikap toleran meski berbeda pemikiran.
Potensi pariwisata Indonesia dengan kolaborasi keanekaragaman budaya nusantara dan keindahan alam Indonesia, mengantarkan industri pariwisata Indonesia menyumbang   4,23% dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto) nasional. Meski masih terbilang rendah, sektor pariwisata Indonesia masih bisa dikatrol jika dikelola dengan baik. Keberadaan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) mempermudah pariwisata Indonesia menarik wisatawan dan mengembangkan atmosfer wisata di Indonesia. Namun, berhasil tidaknya pemanfaatan MEA bagi Indonesia berasal dari peran masyarakatnya sendiri dalam menyambut MEA dan berkompeten meningkatkan kualitas dan kinerja sumber daya manusia masing-masing orang.
Pembenahan pariwisata, salahsatunya melalui pemasaran dan branding produk sangat dibutuhkan. Kreativitas dan inovasi terkini merupakan kekuatan utama dalam mengemas opini publik mengenai pariwisata di Indonesia. Pemasaran pariwisata melalui Wonderful Indonesia menjadi senjata ampuh pemerintah untuk menarik minat wisatawan berkunjung di Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia, kita bisa bersinergi mempromosikan parwisata Indonesia. Salahsatunya dengan mereview keindahan pariwisata setelah melakukan tamasya. Di sisi lain, pengemasan pariwisata harus diperhatikan. Pengemas pariwisata di Indonesia bisa dengan mengaitkan keindahan alam dan kearifan lokal.
Kearifan lokal membawa   wejangan luhur yang kaya akan nasihat dan tradisi. Wejangan yang ditampilkan secara tersirat memiliki fleksibilitas di zaman sekarang. Sebagai contoh, kebudayaan wayang memiliki nasihat atau pesan moral yang bisa diterapkan di zaman dahulu maupun sekarang. Kearifan lokal yang dikemas dengan brand Wonderful Indonesia, bisa menjadi salahsatu daya tarik wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara untuk berkunjung. Salahsatu kearifan lokal yang akan penulis jabarkan, mengenai Tradisi Dugderan di Kota Semarang yang mengangkat akulturasi budaya multietnis di Semarang.

Pembahasan
            Tradisi Dugderan merupakan tradisi rutin yang digelar masyarakat Kota Semarang dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Keberadaan Dugderan sudah terlaksana sejak pemerintahan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung (KRMT) Purbaningrat, tepatnya tahun 1881 M. Dugderan dilaksanakan sehari sebelum bulan Ramadhan. Setelah shalat ashar, warga berkumpul dan berbondong-bondong menyaksikan acara dugderan yang berlokasi di rute jalan tertentu. Dugderan menampilkan berbagai kreasi budaya dari semua kecamatan di Kota Semarang.
            Kebudayaan yang ditampilkan dalam Tradisi Dugderan biasanya mengangkat tema kearifan lokal. Selalu dihadirkan maskot dalam Dugderan berupa Warak Ngendok. Warak Ngendok merupakan binatang khayalan yang tersirat harmonisasi multi etnis di Kota Semarang. Kearifan lokal yang penulis jabarkan berupa akulturasi budaya Jawa, etnis Thionghoa, dan etnis Arab yang melebur dalam kebudayaan Warak Ngendok. Warak Ngendog memiliki wujud unik, bagian-bagian dari tubuh Warak Ngendog berupa kepala yang menyerupai naga khas kebudayaan dari etnis Thionghoa,  tubuhnya berbentuk menyerupai unta khas kebudayaan etnis Arab, dan keempat kakinya menyerupai kaki kambing khas kebudayaan etnis Jawa.
            Warag Ngendog memiliki filosofi tersendiri dari segi penamaan. Kata “Warak” berasal dari bahasa arab “Wara’i” yang berarti suci, sedangkan “Ngendog” berasal dari bahasa jawa yang berarti bertelur. Telur merupakan simbol pahala yang dihasilkan dari insan yang menyucikan diri. Maksud dari Warak Ngendog sendiri adalah siapa saja yang kesucian di bulan Ramadhan dengan berpuasa, kelak kesucian tersebut menghasilkan kebermanfaatan bagi diri sendiri dan masyarakat. Hawa nafsu dapat dikendalikan dengan berpuasa Ramadhan.
            Filosofi dan penjabaran dari bagian Warak Ngendog adalah sebagai berikut. (1) Kepala Warak Ngendog memperlihatkan mulut yang terbuka lebar dan menyeramkan memiliki simbol sebagai nafsu manusia yang cenderung rakus dan buruk. (2) Bulu Warag Ngendog berwarna-warni dengan berbagai kombinasi warna, hal ini merupakan simbol dari warna kain kendit (re: kain penutup perut yang biasa digunakan wanita Jawa agar menjaga bentuk perut). Kain kendit dimaksud upaya manusia menjaga diri dari hawa nafsu dengan bersungguh-sungguh menjalankan puasa Ramadhan. (3) Badan watak Ngendogyang tegak menggambarka kesungguhan dan perjuangan manusia dalam melawan hawa nafsu. (4) Bulu Warak Ngendog yang terbalik menyimbolkan manusia harus menyadi insan yang berubah menjadi lebih baik setelah menjalani ibadah puasa.  
Tradisi Dugderan yang terselenggara di Kota Semarang melibatkan euphoria berbagai pihak multi etnis. Saling suka cita dan memperlihatkan sikap toleransi antar umat beragama. Selaras dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Warag Ngendog menanamkan nilai persatuan, toleransi, dan kerukunan antar umat beragama. Keunikan kebudayaan asli Semarang bisa menjadi potensi pariwisata kebudayaan multi etnis yang terakulturasi dengan baik. Keunikan kolaborasi budaya membawa pengaruh positif bagi wisatawan untuk saling menghargai perbedaan yang terdapat di kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan dunia yang beraneka ragam perbedaan.
Semangat Bhinneka Tunggal Ika anatar suku bangsa harus selalu dijaga untuk mempertahankan kesatuan negara Indonesia. Gelora toleransi bisa diamalkan dalam semua aspek kehidupan sehari-hari, di mana toleransi yang tercipta di Indonesia bisa menciptakan sikap toleransi yang lebih, bila kita berada di negeri lain. Orang Indonesia telah terbiasa menghargai kebudayaan yang berbeda dengan negeri lain. Sikap toleransi yang tinggi harus selalu ditegakkan dalam berbagai situasi dan kondisi.

Penutup
            Keberadaan masyarakat multi etnis di Indonesia merupakan salahsatu potensi pariwisata yang bisa diolah oleh Indonesia. Keunikan dan hasil akulturasi kebudayaan, seperti Warak Ngendog merupakan daya tarik budaya hasil kolaborasi budaya Jawa, Tionghoa, dan Arab. Pariwisata yang mengangkat kebudayaan dan kolaborasi multi etnis menjadi nilai jual tersendiri bagi peningkatan ekonomi dalam bidang pariwisata, terlebih ERA MEA memudahkan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan ekonomi yang lebih tingi. Berdasarkan filosofi Warak Ngendog, kita harus selalu menjunjung persatuan melalui perbedaan. Perbedaan merupakan suatu keuinikan yang ada, namun perbedaan bukan penghalang agar kita bisa bersatu padu dalam bergaul.

Daftar Pustaka
BPS 2017, Mengulik Data Suku di Indonesia. Diakses melalui https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/127

Mawahib, M. Z, 2015. Kebudayaan Masyarakat Kota Semarang: Warak Ngendok sebagai Simbol Akulturasi dalam Tradisi Dugderan. Diakses melalui http://jurnal.elsaonline.com/?p=75

 


No comments:

Post a Comment

Be Authentic and be yourself

 I know that is like the conventional journaling medium shifted to the digital footprint. In my assumption, there are few readers in this bl...